Voyageindo wisata indonesia, kemarin dulu menerima reservasi perjalanan wisata keluarga Pak Hisabuan ( beliau sering juga di pinggil Bapak Ahok ) menurut beliau gara gara mirip dengan bapak gubernur jakarta cahya purnama,
Keluarga sepuluh orang 4 anak mereka kemudian ada Om dan Tante Pak Ahok yang ikut datang .
"Pak Eko, kami ini korban dari negeri di atas awan, kami ingin melihat Puncak Lolai "
Kata Pak Hasibuan,
" memang, akhir akhir ini banyak wisnus yang datang karena film negeri di atas awan pak, tapi toraja sudah terkenal sejak tahun 80 an pak" kata ku kepada mereka.
Kali ini , di blog paket wisata sulawesi ini kami bercerita tentang budaya rambu solo yaitu mangrara banua, soalnya pak pas ke toraja pak hasibuan sangant beruntung melihat acara mangrara banua di daerah toraja ini.
Rambu Tuka
Upacara Rambu tuka’ adalah upacara adat yang berhubungan dengan acara syukuran di dalam upacara ini tak ada kesedihan, yang ada hanya kegembiraan. Misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua', Meroek, atau Mangrara Banua Sura'. Upacara ini menarik karena berbagai atraksi tarian, dan nyanyian dari kebudayaan Toraja yang unik. Upacara Rambu Tuka’ dilaksanakan sebelum tengah hari di sebelah timur tongkonan. Ini berbeda dengan Rambu solo’ yang di gelar tengah atau petang hari serta di adakan di sebelah barat tongkonan. Sebagai upacara kegembiraan, Rambu Tuka’ digelar mengiringi meningginya matahari Sedangkan Rambu Solo’ untuk mengiringi terbenamnya matahari
Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa' Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake, Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu) ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
Adapun tingkatan upacara Rambu Tuka' dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut :
1) Kapuran Pangngan yaitu suatu cara dengan hanya menyajikan Sirih Pinang sementara menghajatkan sesuatu yang kelak akan dilaksanakan dengan kurban – kurban persembahan.
2) Piong Sanglampa, yaitu suatu cara dengan menyajikan satu batang lemang dalam bambu dan disajikan di suatu tempat atau padang/pematang atau persimpangan jalan yang maksudnya sebagai tanda bahwa dalam waktu yang dekat manusia akan mengadakan kurban persembahan.
3) Ma’pallin atau Manglika’ Biang, yaitu suatu cara dengan kurban persembahan satu ekor ayam yang maksudnya mengakui semua kekurangan dan ketidaksempurnaan manusia yang akan melakukan kurban persembahan selanjutnya.
4) Ma’tadoran atau Menammu, yaitu suatu cara dengan mengadakan kurban persembahan satu ekor ayam atau seekor babi yang ditujukan kepada pemujaan Deata – Deata terutama bagi Deata yang menguasai daerah tempat mengadakan kurban persembahan itu. Ma’tadoran juga dilakukan jika melaksanakan upacara Pengakuan Dosa yang disebut Mangaku–aku.
5) Ma’pakande Deata do Banua (mengadakan kurban persembahan di atas Tongkonan). Nama Upacara ini berbeda di tiap daerah adat tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu dengan kurban persembahan seekor babi atau lebih sesuai dengan ketentuan dari masing-masing daerah adat. Uapcara ini dilaksanakan di atas Tongkonan karena Tongkonan sebagai tempat hidup manusia yang mengadakan kurban persembahan dan tujuannya memohon berkat atau bersyukur atas kehidupan dari Sang Pemelihara atau Deata-Deata dan juga sebagai tempat menghajatkan kurban persembahan. Ada daerah adat yang menyebut upacara ini sebagai Ma’parekke Para.
6) Ma’pakande Deata diong padang (mengadakan upacara di halaman Tongkonan), yaitu upacara kurban seekor babi atau lebih yang dilaksanakan di halaman Tongkonan dari orang yang mengadakan upacara. Tujuan upacara ini adalah memohon kepada Deata-Deata supaya memberkati seluruh tempat atau Tongkonan tempat orang merencanakan dan mengusahakan kurban persembahan seterusnya serta tempat mendirikan Tongkonan. Ada daerah adat yang menamakannya sebagai Ma’tete Ao’.
7) Massura’ Tallang adalah upacara yang dilaksanakan setelah selesai melaksanakan tingkatan upacara yang lebih rendah seperti tersebut di atas. Upacara ini dilaksanakan di depan Tongkonan agak sebelah timur. Upacara Massura’ Tallang merupakan upacara persembahan paling tinggi kepada Deata-Deata sebagai Sang Pemelihara dengan kurban beberapa ekor babi, dimana sebagian untuk persembahan dan sebagian lagi untuk dibagikan menurut adat kepada masyarakat dan orang yang menghadiri upacara tersebut utamanya kepada petugas adat dan agama Aluk Todolo. Upacara Massura’ Tallang ini dapat dilakukan oleh seluruh keluarga dari satu rumpun keluarga atau boleh juga satu keluarga dalam mensyukuri kebahagiaan keluarga itu, dimana dalam pembacaan Doa dan Mantra Sajian Kurban telah diungkapkan pula keagungan dan kebesaran Puang Matua. Oleh karena itu, upacara Massura’ Tallang berfungsi sebagai upacara pengucapan syukur karena keberkatan dan upacara penahbisan atau pelantikan arwah leluhur yang diupacarakan dengan upacara pemakaman Dibatang atau Didoya Tedong. Dengan selesainya upacara ini, maka arwah dari leluhur secara resmi menjadi Setengah Deata yang disebut Tomembali Puang (Sang Pengawas atau Pemberi Berkat manusia turunannya). Upacara demikian disebut Manganta’ Pembalikan Tomate, dan disebut demikian karena pada upacara ini diaturkan dekorasi hias bermacam-macam pakaian dan perhiasan sebagai lambang dan perlengkapan hidup dari sang leluhur di alam baka.
8) Merok,
Mangrara Banua
Tana Toraja memang menjadi surga kebudayaan Indonesia. Selain upacara kematian yang fenomenal, Tana Toraja juga memiliki banyak upacara lain yang sarat akan nilai budaya dan kesenian Indonesia. Salah satunya adalah upacara Mangrara Banua, sebuah upacara peresmian rumah adat Tongkonan Kombong, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Tana Toraja memang sebuah negeri Indah di utara Sulawesi Selatan. Seakan dibalut dengan berbagai kisah, kekayaan adat serta tradisi, masyarakat setempat telah terbiasa dengan berbagai ritual adat sebagai salah satu seni budaya Indonesia. Seperti yang dilakukan saat upacara Mangrara Banua Tongkonan.
Tongkonan pada dasarnya adalah sebuah rumah kayu yang dibangun oleh masyarakat Toraja. Rumah panggung dari kayu tersebut dianggap penting oleh masyarakat Toraja. Atap Tongkonan berbentuk perahu. Hal ini melambangkan nenek moyang masyarakat Toraja yang konon dipercaya berasal dari Yunan, Cina. Masyarakat Yunan yang berlayar serta berakulturasi dengan penduduk asli Sulawesi Selatan menjadi cikal bakal masyarakat Toraja.
Dibawah atap yang tinggi, terdapat beberapa rangkaian tanduk kerbau pada Tongkonan. Jumlah tanduk tersebut melambangkan banyaknya upacara yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik Tongkonan tersebut.
Upacara Mangrara Banua berfungsi untuk meresmikan rumah (Tongkonan) sebelum ditinggali. Dimulai oleh sambutan dari pemuka adat, upacara dilanjutkan dengan tari-tarian oleh para wanita Toraja yang diiringi dengan tabuhan gendang. Para penonton dari berbagai kalangan baik turis domestik maupun mancanegara pun tak berdiam diri. Mereka ikut menari untuk memeriahkan upacara Mangrara Buana ini.
Tarian yang disebut dengan Tari Pagelu ini memang menjadi keriuhan tersendiri dalam upacara Mangrara Banua. Selain sebagai ungkapan syukur serta memohon agar Tongkonan diberikan berkah dan terhindar dari malapetaka, tarian Pagelu juga memiliki kisah tersendiri. Masyarakat yang menonton biasanya memberikan saweran dengan menyelipan sejumlah uang di rambut penari. Hasil saweran biasanya dikumpulkan untuk digunakan bagi keperluan adat.
Upacara pun mencapai puncaknya dengan acara penyembelihan hewan sebagai pelengkap peresmian Tongkonan. Hewan-hewan yang disembelih biasanya berupa babi ataupun kerbau. Hewan-hewan tersebut dimasukan kedalam usungan bambu dan segera dibawa ke tengah upacara. Setelah dipotong, hewan-hewan tadi pun dibakar. Upacara pun diakhiri dengan makan bersama masyarakat sekitar seraya berdoa demi keselamatan Tongkonan serta penghuninya.
Upacara Mangrara Banua memang menjadi sesuatu yang menarik dan selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar dan masyarakat luar Toraja. Sebagai salah satu kebudayaan Indonesia, Upacara Mangrara Banua ini terus dipertahankan oleh masyarakat Tana Toraja. Hal ini merupakan juga sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap para leluhur.